Lonjakan Impor Emas AS Picu Kekhawatiran terhadap Perekonomian
Emas sering kali dianggap sebagai indikator negatif bagi ekonomi Amerika Serikat (AS) karena sifatnya yang berlawanan dengan dolar AS. Menurut laporan Financial Times, impor emas ke AS mengalami lonjakan tajam, yang sebagian besar didorong oleh upaya pedagang untuk mengantisipasi potensi tarif perdagangan. Meskipun tujuan utama dari peningkatan impor ini adalah untuk menghindari beban tarif, dampak ekonominya berbeda dibandingkan barang lain. Pasalnya, emas cenderung tidak digunakan dalam konsumsi atau produksi, melainkan hanya disimpan di brankas, yang pada akhirnya memperburuk defisit perdagangan AS.
David Mericle, ekonom dari Goldman Sachs, mengungkapkan bahwa peningkatan defisit perdagangan sejak November sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya impor emas. Bahkan, laporan neraca perdagangan AS menunjukkan bahwa emas memberikan kontribusi besar terhadap lonjakan impor pada Januari 2025.
Arus emas ke AS tercermin dalam data perdagangan dengan Swiss, pusat utama penyulingan dan distribusi emas dunia. Pada Januari, defisit perdagangan AS dengan Swiss melonjak hingga USD 22 miliar (setara Rp 361 triliun), mendekati angka defisit AS dengan China. Tren serupa juga terjadi dalam perdagangan AS dengan Australia, di mana lonjakan ekspor emas Australia turut mendorong neraca perdagangan AS ke zona negatif.
Goldman Sachs memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS di kuartal pertama 2025 sebesar 1,3%. Namun, pada Jumat lalu, bank investasi tersebut menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahunan dan meningkatkan kemungkinan resesi menjadi 20%.
Menurut Goldman Sachs, lonjakan impor emas mencerminkan perubahan pola konsumsi warga AS akibat kebijakan tarif. Jika tarif tidak diberlakukan, inflasi inti PCE (Personal Consumption Expenditures) diperkirakan akan turun dari 2,65% pada Januari menjadi 2,1% pada Desember 2025.
Goldman juga menyoroti bahwa kenaikan tarif dapat menekan PDB lebih dalam akibat pengaruhnya terhadap pendapatan yang dapat dibelanjakan, konsumsi masyarakat, serta ketidakpastian yang dirasakan dunia usaha. Sebelumnya, Goldman memperkirakan dampak tarif terhadap pertumbuhan tahunan PDB hanya sebesar -0,3%, namun dalam skenario terbaru, dampaknya bisa mencapai -0,8%, bahkan dalam skenario terburuk bisa meningkat hingga -1,3%.
Saat ini, Goldman Sachs masih melihat adanya peluang perubahan kebijakan yang dapat meredam risiko resesi. Gedung Putih diyakini memiliki opsi untuk menyesuaikan kembali kebijakan tarif jika ancaman terhadap ekonomi semakin nyata. Namun, jika kebijakan tarif tetap diberlakukan tanpa ada penyesuaian, risiko resesi AS bisa semakin besar di masa mendatang.
✅ Dapatkan Update Signal Forex dan Insight Eksklusif di Channel Invezto:
Link Channel
> WA Channel: https://invezto.com/channel_wa
> Tele Channel: https://invezto.com/channel_tele
Tetap konsisten, terus belajar, dan semoga sukses di perjalanan tradingmu!
Analisis Teknikal XAU/USD: Emas Berpoten...
Potensi resesi di Amerika Serikat (AS) s...
Analisis Teknikal USD/JPY: Tekanan Beari...
Analisis Teknikal AUD/USD: Tekanan Beari...